Jumat, 27 Februari 2015

Cara Nabi Muhammad Menghitung Dzikirnya Dan Tidak Ada Larangan Berdzikir Dengan Tasbih


Dibahas Ulang oleh:
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-
Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang
Darussalam)
Banyak sebagian kaum muslimin setelah
shalat fardhu' mereka berdzikir dengan
kedua tangannya (tangan kanan dan
tangan kiri) atau berdzikir dengan
menggunakan tasbih (biji-bijian) yang
merupakan suatu perkara baru (bid'ah) di
dalam agama, padahal dahulu Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam bertasbih
dengan jari kanannya. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh 'Abdullah bin 'Umar
radhiyallaahu ta'ala 'anhuma, dia berkata,
ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﻳَﻌْﻘِﺪُ ﺍﻟﺘَّﺴْﺒِﻴْﺢَ ﺑِﻴَﻤِﻴْﻨِﻪِ
"Saya melihat Rasulullah bertasbih
(berdzikir) dengan (jari-jari) tangan
kanannya."(HR. Abu Dawud, II/81, at-
Tirmidzi, V/521, Shahiihul Jami', IV/271,
no. 4865)
Penjelasan:
Dalam hadits ini disyari'atkannya bertasbih
(berdzikir) dengan jari jemari. Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam
menerangkan alasannya, antara lain dalam
riwayat yang menyebutkan bahwa jari
jemari itu akan ditanya dan akan berbicara
sebagai saksi bahwa mereka mengetahui
hal itu.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
bersabda,"Hitunglah (dzikir) itu dengan
ruas-ruas jari karena sesungguhnya (ruas-
ruas jari) itu akan ditanya dan akan
dijadikan dapat berbicara (pada hari
Kiamat)." (HR. Abu Dawud, no. 1345)
[Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-
Tirmidzi]
Dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuknya Rasulullah shallallaahu 'alaihi
wa sallam.
TIDAK ADA LARANGAN BERDZIKIR DENGAN
MENGGUNAKAN TASBIH, KERIKIL, DAN
LAIN-LAIN.
Sering yang kita dengar dari golongan
muslimin diantaranya dari madzhab
Wahabi/Salafi dan pengikutnya yang
melarang orang
menggunakan Tasbih waktu berdzikir.
Sudah tentu sebagaimana kebiasaan
golongan ini alasan mereka melarang dan
sampai-sampai berani membid’ahkan
sesat karena menurut paham mereka
bahwa Rasulallah saw. para sahabat tidak
ada yang menggunakan tasbih waktu
berdzikir !
‘Tasbih’ atau yang dalam bahasa Arab
disebut dengan nama ‘ Subhah’ adalah
butiran-butiran yang dirangkai untuk
menghitung jumlah banyaknya dzikir yang
diucapkan oleh seseorang, dengan lidah
atau dengan hati. Dalam bahasa Sanskerta
kuno, tasbih disebut dengan
nama Jibmala yang berarti hitungan dzikir.
Orang berbeda pendapat mengenai asal-
usul penggunaan tasbih. Ada yang
mengatakan bahwa tasbih berasal dari
orang Arab, tetapi ada pula yang
mengatakan bahwa tasbih berasal dari
India yaitu dari kebiasaan orang-orang
Hindu. Ada pula orang yang mengatakan
bahwa pada mulanya kebiasaan memakai
tasbih dilakukan oleh kaum Brahmana di
India. Setelah Budhisme lahir, para biksu
Budha menggunakan tasbih menurut
hitungan Wisnuisme, yaitu 108 butir. Ketika
Budhisme menyebar keberbagai negeri,
para rahib Nasrani juga menggunakan
tasbih, meniru biksu-biksu Budha.
Semuanya ini terjadi pada zaman sebelum
islam.
Kemudian datanglah Islam, suatu agama
yang memerintahkan para pemeluk nya
untuk berdzikir (ingat) juga kepada Allah
swt. sebagai salah satu bentuk
peribadatan untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt.. Perintah dzikir bersifat
umum, tanpa pembatasan jumlah tertentu
dan tidak terikat juga oleh keadaan-
keadaan tertentu. Banyak sekali firman
Allah swt. dalam Al-Qur’an agar orang
banyak berdzikir dalam setiap keadaan
atau situasi, umpama berdzikir sambil
berdiri, duduk, berbaring dan lain
sebagainya.
Sehubungan dengan itu terdapat banyak
hadits yang menganjurkan jumlah dan
waktu berdzikir, misalnya seusai sholat
fardhu yaitu tiga puluh tiga kali dengan
ucapan Subhanallah , tiga puluh tiga
kali Alhamdulillah dan tiga puluh tiga
kali Allahu Akbar, kemudian dilengkapi
menjadi seratus dengan ucapan kalimat
tauhid ‘Laa ilaaha illallahu wahdahu….’ .
Kecuali itu terdapat pula hadits-hadits lain
yang menerangkan keutamaan berbagai
ucapan dzikir bila disebut sepuluh atau
seratus kali. Dengan adanya hadits-hadits
yang menetapkan jumlah dzikir seperti itu
maka dengan sendirinya orang yang
berdzikir perlu mengetahui jumlahnya yang
pasti.
A. Hadits-hadits yang berkaitan dengan
cara menghitung dzikir
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Al-Hakim
berasal dari Ibnu Umar ra. yang
mengatakan:
“Rasulallah saw. menghitung dzikirnya
dengan jari-jari dan menyarankan para
sahabatnya supaya mengikuti cara beliau
saw.”.
Para Imam ahli hadits tersebut juga
meriwayatkan sebuah hadits berasal
dari Bisrah , seorang wanita dari kaum
Muhajirin, yang mengatakan bahwa
Rasulallah saw. pernah berkata:
“Hendaklah kalian senantiasa bertasbih
( berdzikir) , bertahlil dan bertaqdis (yakni
berdzikir dengan menyebut ke–Esa-an dan
ke-Suci-an Allah swt.). Janganlah kalian
sampai lupa hingga kalian akan melupakan
tauhid. Hitunglah dzikir kalian dengan jari,
karena jari-jari kelak akan ditanya oleh
Allah dan akan diminta berbicara” .
Perhatikanlah: Anjuran menghitung dengan
jari dalam hadits itu tidak
berarti melarang orang menghitung dzikir
dengan cara lain !!!. Untuk mengharamkan
atau memunkarkan suatu amalan haruslah
mendatangkan nash yang khusus tentang
itu, tidak seenaknya sendiri saja!!
2. Imam Tirmidzi, Al-Hakim dan Thabarani
meriwayatkan sebuah hadits berasal
dariShofiyyah yang mengatakan: “Bahwa
pada suatu saat Rasulallah saw. datang
kerumahnya. Beliau melihat empat ribu
butir biji kurma yang biasa digunakan oleh
Shofiyyah untuk menghitung dzikir. Beliau
saw. bertanya; ‘Hai binti Huyay, apakah
itu ?‘ Shofiyyah menjawab ; ‘Itulah yang
kupergunakan untuk menghitung dzikir’.
Beliau saw. berkata lagi; ‘Sesungguhnya
engkau dapat berdzikir lebih banyak dari
itu’ . Shofiyyah menyahut; ‘Ya Rasulallah,
ajarilah aku’. Rasulallah saw. kemudian
berkata; ‘ Sebutlah, Maha Suci Allah
sebanyak ciptaan-Nya’ ”. (Hadits shohih ).
3.   Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan
sebuah hadits yang dinilai sebagai
hadits hasan/baik oleh An-Nasai, Ibnu
Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim yaitu
hadits yang berasal dari Sa’ad bin Abi
Waqqash ra. yang mengatakan:
“Bahwa pada suatu hari Rasulallah saw.
singgah dirumah seorang wanita. Beliau
melihat banyak batu kerikil yang biasa
dipergunakan oleh wanita itu untuk
menghitung dzikir. Beliau bertanya;
‘ Maukah engkau kuberitahu cara yang lebih
mudah dari itu dan lebih afdhal/utama ?’
Sebut sajalah kalimat-kalimat sebagai
berikut :
‘Subhanallahi ‘adada maa kholaga fis
samaai, subhanallahi ‘adada maa kholaga
fil ardhi, subhanallahi ‘adada maa baina
dzaalika, Allahu akbaru mitslu dzaalika,
wal hamdu lillahi mitslu dzaalika, wa laa
ilaaha illallahu mitslu dzaalika wa laa
guwwata illaa billahi mitslu dzaalika’ ”.
Yang artinya : ‘Maha suci Allah sebanyak
makhluk-Nya yang dilangit, Maha suci
Allah sebanyak makhluk-Nya yang dibumi,
Maha suci Allah sebanyak makhluk
ciptaan-Nya. (sebutkan juga) Allah Maha
Besar, seperti tadi, Puji syukur kepada
Allah seperti tadi, Tidak ada Tuhan selain
Allah, seperti tadi dan tidak ada kekuatan
kecuali dari Allah, seperti tadi !’ “.
Lihat dua hadits diatas ini, Rasulallah saw.
melihat Shofiyyah menggunakan biji
kurma untuk menghitung dzikirnya, beliau
saw. tidak melarangnya atau tidak
mengatakan bahwa dia harus berdzikir
dengan jari-jarinya, malah beliau saw.
berkata kepadanya engkau dapat berdzikir
lebih banyak dari itu !! Begitu juga beliau
saw. tidak melarang seorang wanita
lainnya yang menggunakan batu
kerikil untuk menghitung dzikirnya dengan
kata lain beliau saw. tidak mengatakan
kepada wanita itu, buanglah batu kerikil itu
dan hitunglah dzikirmu dengan jari-jarimu !
Beliau saw. malah mengajarkan kepada
mereka berdua bacaan-bacaan yang lebih
utama dan lebih mudah dibaca. Sedangkan
berapa jumlah dzikir yang harus dibaca,
tidak ditentukan oleh Rasulallah saw. jadi
terserah kemampuan mereka.
Banyak riwayat bahwa para sahabat Nabi
saw. dan kaum salaf yang sholeh pun
menggunakan biji kurma, batu-batu kerikil,
bundelan-bundelan benang dan lain
sebagainya untuk menghitung dzikir yang
dibaca. Ternyata tidak ada orang yang
menyalahkan atau membid’ahkan sesat
mereka !!
4. Imam Ahmad bin Hanbal
didalam Musnadnya meriwayatkan bahwa
seorang sahabat Nabi yang bernama Abu
Shofiyyah menghitung dzikirnya
dengan batu-batu kerikil. Riwayat ini
dikemukakan juga oleh Imam Al-
Baihaqi dalam Mu’jamus
Shahabah; ” ‘bahwa Abu Shofiyyah, maula
Rasulallah saw. menghamparkan selembar
kulit kemudian mengambil sebuah kantong
berisi batu-batu keriki l, lalu duduk
berdzikir hingga tengah hari. Setelah itu ia
menyingkirkannya. Seusai sholat dhuhur ia
mengambilnya lagi lalu berdzikir hingga
sore hari “.
5. Abu Dawud meriwayatkan;
‘bahwa Abu Hurairah ra. mempunyai
sebuah kantong berisi batu kerikil. Ia duduk
bersimpuh diatas tempat tidurnya ditunggui
oleh seorang hamba sahaya wanita berkulit
hitam. Abu Hurairah berdzikir dan
menghitungnya dengan batu-batu kerikil
yang berada dalam kantong itu. Bila batu-
batu itu habis dipergunakan, hamba
sahayanya menyerahkan kembali batu-batu
kerikil itu kepadanya’ .
6. Abu Syaibah juga mengutip hadits
‘Ikrimah yang mengatakan;
‘bahwa Abu Hurairah mempunyai seutas
benang dengan bundelan seribu buah. Ia
baru tidur setelah berdzikir dua belas ribu
kali’.
7. Imam Ahmad bin Hanbal dalam
Musnadnya bab Zuhud
mengemukakan; ‘bahwa Abu Darda ra.
mempunyai sejumlah biji kurma yang
disimpan dalam kantong. Usai sholat
shubuh biji kurma itu dikeluarkan satu
persatu untuk menghitung dzikir hingga
habis’.
8. Abu Syaibah juga mengatakan; ‘bahwa
Sa’ad bin Abi Waqqash ra menghitung
dzikirnya dengan batu kerikil atau biji
kurma. Demikian pula Abu Sa’id Al-Khudri
’.
9. Dalam kitab Al-Manahil Al-Musalsalah
Abdulbaqi mengetengahkan sebuah riwayat
yang mengatakan; ‘bahwa Fathimah binti
Al-Husain ra mempunyai benang yang
banyak bundelannya untuk menghitung
dzikir ’.
10. Dalam kitab Al-Kamil , Al-Mubarrad
mengatakan; “bahwa ‘Ali bin ‘Abdullah bin
‘Abbas ra (wafat th 110 H) mempunyai lima
ratus butir biji zaitun. Tiap hari ia
menghitung raka’at-raka’at sholat
sunnahnya dengan biji itu, sehingga
banyak orang yang menyebut namanya
dengan ‘Dzu Nafatsat’ “.
11. Abul Qasim At-Thabari dalam kitab
Karamatul-Auliya mengatakan: ‘Banyak
sekali orang-orang keramat yang
menggunakan tasbih untuk menghitung
dzikir, antara lain Syeikh Abu Muslim Al-
Khaulani dan lain-lain’.
B.  Tidak ada Larangan terhadap
penggunaan Tasbih dalam Dzikir
Menurut riwayat bentuk tasbih yang kita
kenal pada zaman sekarang ini baru
dipergunakan orang mulai abad ke 2
Hijriah. Ketika itu nama ‘tasbih’ belum
digunanakan untuk menyebut alat
penghitung dzikir. Hal itu diperkuat
oleh Az-Zabidi yang mengutip keterangan
dari gurunya didalam kitab Tajul-‘Arus .
Sejak masa itu tasbih mulai banyak
dipergunakan orang dimana-mana. Pada
masa itu masih ada beberapa ulama yang
memandang penggunaan tasbih untuk
menghitung dzikir sebagai hal yang kurang
baik. Oleh karena itu tidak aneh kalau ada
orang yang pernah bertanya pada seorang
Waliyullah yang bernama Al-
Junaid: ‘Apakah orang semulia anda mau
memegang tasbih ?. Al-Junaid
menjawab: ‘Jalan yang mendekatkan diriku
kepada Allah swt. tidak akan
kutinggalkan’ .(Ar-Risalah Al-
Qusyariyyah).
Sejak abad ke 5 Hijriah penggunaan tasbih
makin meluas dikalangan kaum muslimin,
termasuk kaum wanitanya yang tekun
beribadah. Tidak ada berita riwayat, baik
yang berasal dari kaum Salaf maupun dari
kaum Khalaf (generasi muslimin
berikutnya) yang menyebutkan
adanya larangan penggunaan tasbih , dan
tidak ada pula yang memandang
penggunaan tasbih sebagai perbuatan
munkar!!
Pada zaman kita sekarang ini bentuk
tasbih terdiri dari seratus buah butiran atau
tiga puluh tiga butir, sesuai dengan jumlah
banyaknya dzikir yang disebut-sebut
dalam hadits-hadits shohih. Bentuk tasbih
ini malah lebih praktis dan
mudah dibandingkan pada masa zaman
nya Rasulallah saw. dan masa sebelum
abad kedua Hijriah. Begitu juga untuk
menghitung jumlah dzikir agama
Islam tidak menetapkan cara tertentu. Hal
itu diserahkan kepada masing-masing
orang yang berdzikir.
Cara apa saja untuk menghitung bacaan
dzikir itu asalkan bacaan dan alat
menghitung yang tidak yang dilarang
menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulallah
saw.. itu mustahab/baik untuk diamalkan.
Berdasarkan riwayat-riwayat hadits yang
telah dikemukakan diatas jelaslah, bahwa
menghitung dzikir bukan dengan jari
adalah sah/boleh . Begitu juga benda apa
pun yang digunakan sebagai tasbih untuk
menghitung dzikir, tidak bisa lain,
orang tetap menggunakan tangan atau
jarinya juga, bukan menggunakan kakinya!!
Dengan demikian jari-jari ini juga
digunakan untuk kebaikan !! Malah
sekarang banyak kita para ulama pakar
maupun kaum muslimin lainnya sering
menggunakan tasbih bila berdzikir.
Jadi masalah menghitung dengan butiran-
butiran tasbih sesungguhnya tidak perlu
dipersoalkan, apalagi kalau ada orang yang
menganggapnya sebagai ‘ bid’ah
dholalah’. Yang perlu kita ketahui
ialah : Manakah yang lebih baik,
menghitung dzikir dengan jari tanpa
menggunakan tasbih ataukah dengan
menggunakan tasbih ?
Menurut Ibnu ‘Umar ra. menghitung dzikir
dengan jari (daripada dengan batu kerikil,
biji kurma dll) lebih afdhal/utama. Akan
tetapi Ibnu ‘Umar juga mengatakan jika
orang yang berdzikir tidak akan salah
hitung dengan menggunakan jari, itulah
yang afdhal. Jika tidak demikian maka
mengguna- kan tasbih lebih afdhal.
Perlu juga diketahui, bahwa menghitung
dzikir dengan tasbih disunnahkan
menggunakan tangan kanan, yaitu
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum
Salaf. Hal itu disebut dalam hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
lain-lain. Dalam soal dzikir yang paling
penting dan wajib diperhatikan baik-baik
ialah kekhusyu’an, apa yang diucapkan
dengan lisan juga dalam hati
mengikutinya. Maksudnya bila lisan
mengucapkan Subhanallah maka dalam
hati juga memantapkan kata-kata yang
sama yaitu Subhanallah. Allah swt. melihat
apa yang ada didalam hati orang yang
berdzikir, bukan melihat kepada benda
(tasbih) yang digunakan untuk menghitung
dzikir!! Wallahu a’lam.
Insya Allah dengan keterangan singkat ini,
para pembaca bisa menilai sendiri apakah
benar yang dikatakan golongan pengingkar
bahwa penggunaan Tasbih adalah munkar,
bid’ah dholalah/sesat dn lain
sebagainya ??? Semoga Allah swt.
memberi hidayah kepada semua kaum
muslimin. Amin.
Semoga dengan keterangan sebelumnya
mengenai akidah golongan Wahabi/Salafi
serta pengikutnya dan keterangan bid’ah
yang singkat ini insya-Allah bisa membuka
hati kita masing-masing agar tidak mudah
mensesatkan, mengkafirkan dan
sebagainya pada saudara muslim kita
sendiri yang sedang melakukan ritual-
ritual Islam begitu juga yang berlainan
madzhab dengan madzhab kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar